TEMPATNYA ORANG PENGEN PINTER

11 Oktober, 2015

SEJARAH BERDIRINYA PUTRA 69



Awal mula berdirinya organisasi ini tidak begitu jelas, karna saya sendiri bukan anggota awal.
sekitar tahun 2005-an, berawal dari sekelompok anak muda yang hidupnya susah tapi pengen happy terus. Sebut saja Wak Ten, Joko, Sekonjek, Po’o, Kuceng, dan Konyok. Mereka rutin kumpul dirumah Wak Ten untuk menjalankan aktivitas keorganisasian. Khusus untuk Wak Ten dan Joko, mereka adalah mantan anggota organisasi ROZIKIN BERSATU.

Sekitar pertengahan tahun 2006, masuklah anggota baru yaitu Menyok dan saya sendiri. Selang sebulan kami memutuskan untuk pindah markas ke "CANGKROK KEMPLONG" yang lokasinya tidak begitu jauh dari markas yang lama. Dan di Cangkrok Kemplong inilah kami merekrut anggota baru yaitu Boyex. Tak berlangsung lama kami menempati Cangkrok Kemplong, karna disebabkan Cangkrok Kemplong bukanlah milik kami, melainkan milik organisasi lain. Kami pun kembali ke markas lama yaitu di rumah Wak Ten, dan kami pun kedatangan anggota baru yaitu Choir dan Dondon. Kami semua sepakat memberi nama organisasi ini WTC (Wak Ten Community), alasan kami menggunakan nama itu karna kami bermarkas dirumah Wak Ten.

Desember tahun 2007, dimana saat organisasi ini Berjaya. Di desa Brengkok di bangun stasiun radio yang bernama RDB (Radio Desa Brengkok) yang pada saat itu bung Yasmui  dan bung Haji Qomsin ditunjuk sebagai penyiar. nah… dari sinilah kami mulai mempertimbangkan nama MIFC, karna banyaknya salam dari radio yang di tujukan kepada mbak Ina (adik Wak Ten), dan sejak itulah kami menggunakan nama MIFC (Mbak Ina Fans Club), dengan nama MIFC kami banyak merekrut anggota baru yang tidak bisa kami sebutkan satu persatu. Begitupun sebaliknya tak jarang anggota MIFC yang keluar dan berpaling ke organisasi lain. Seperti saat konflik tak berujung antara Joko dengan Sekonjek, karna kami tidak ingin ada pertumpahan darah, maka kami meminta salah satu dari mereka untuk keluar dari MIFC, dan akhirnya Sekonjek memilih untuk keluar.

Pada tahun 2009, ketika Wak Ten memutuskan untuk mengikuti Study (kursus bahasa inggris) di Pare, Kediri. Organisasi MIFC hampir bubar, dikarnakan kurangnya waktu untuk berkumpul. Dengan segala keterbatasan kami berpindah markas ke Gowah Bridge (jembatan Gowah) yang berada di timur rumah Wak Ten. Meskipun yang kumpul hanya 3-4 orang, kami tetap menjaga agar MIFC tidak bubar. Dan selang beberapa bulan setelah Wak Ten selesai dengan studinya, MIFC kembali ke markas yang lama (rumah Wak Ten) dan aktivitasnya kembali normal.

Pada mei 2010, ketika sang pemilik rumah (ibunya Wak Ten) pulang dari Malaysia. Kami memutuskan vakum, karna ketiadaan tempat untuk melangsungkan aktivitas keorganisasian. Namun tak berselang lama, tepatnya pada Juni 2010, kami mendapatkan markas baru yaitu di rumah mas Amin Ndombek ( tepatnya di timur Rumah anggota MIFC, Dondon ). Selama kurang lebih 2 bulan kami bermarkas disana. Namun pada pertengahan agustus 2010, kami resmi vakum, dan pada saat itu kami tidak tahu sampai kapan harus vakum. Ini merupakan masa-masa terburuk organisasi ini.

Desember 2010, ini merupakan era baru bagi organisasi MIFC. Dimana kami mendapatkan markas baru yaitu di rumah salah satu anggota MIFC yaitu Choir. Pada awal di markas ini kami sudah resmi meninggalkan nama MIFC, dan ingin berganti nama, namun dikarenakan belum menemukan nama yang cocok utk nama organisasi, maka kami terpaksa menggunakan nama jalan markas kami yaitu, Jl. PEREMPATAN SUMUR POJOK NO. 69.

Agustus 2012, dalam suasana Ramadhan kami mendaki puncak Semiget (gunung Moyoruti, 3184 MDPL) dan membuat video pengibaran dan penurunan bendera sang saka merah putih, dan saat video di aplod di youtube ternyata banyak respon positif dari netizen. Dan pada bulan ini juga seperti ada dorongan pada diri kami untuk ikut memeriahkan HUT RI Ke-67 di BrengkokCity, rapat demi rapat pun dilalui dan akhirnya kami memutuskan untuk ikut Karnaval Perdana, dengan Mengusung Tema pendidikan - SDLB PUTRA 69 - dengan tagline, "Keterbatasan bukan menjadi halangan bagi kita untuk menjadi generasi penerus bangsa". Dan karnaval perdana pun sukses besar.
Nah, setelah karnaval ini kami memutuskan untuk memberi nama Organisasi ini menjadi "PUTRA 69" merujuk kepada SDLB Putra 69. Sebernarnya pada tahun ini ada wacana membuat kaos dan logo PUTRA 69, namun gagal di tengah jalan.

Januari 2013, kami melakukan Tour PUTRA Perdana yaitu ke Air Terjun Nglirip, Montong, Tuban. Namun sayang sekali pas sampai di sana air terjunnya keruh, karna pas musim hujan, kami pun memutuskan untuk menikmati pemandangan sawah si sekitar air terjun.

Agustus 2013, di bulan ini PUTRA 69, kembali ikut memeriahkan HUT RI ke-68, dengan mengusung tema karnaval "Sunatan Massal" yg diselenggarakan YAYASAN PUTRA 69, dengan tagline "segerakan sunat sebelum berkarat", cukup sukses. Sedangkan saat mengikuti Gerak Jalan, PUTRA 69 mengusung tema BORONGAN NYEMPROT. sangat sukses.

Januari 2014, PUTRA 69 TOUR kembali berlanjut, kali ini Pantai Sowan, Bancar, Tuban, yang menjadi sasaran untuk dinikmati keindahannya.

Agustus 2014, PUTRA 69 semakin mempertegas partisipasinya dalam memeriahkan HUT RI ke-69, kali ini terasa amat spesial karna punya angka akhiran sama sama 69. Pada awalnya kami ingin menyuguhkan sesuatu yg berbeda dari sebelum2nya. Yaitu dengan mengangkat tema nasionalisme - NEGARA KESATUAN REPUBLIK 69 - tapi pada akhirnya karnaval ini tidak sukses.

2015, pada bulan Januari PUTRA 69 kembali menggelar TOUR dalam rangka tahun baru, kali ini sasarannya adalah PACET, MOJOKERTO. Yang katanya disana byk sekali objek wisata yg patut dikunjungi. Ya... memang bagus pemandangannya, tapi sayang kami tidak bisa menikmatinya karna ada kesalahan teknis.

Pada bulan Maret 2015 PUTRA 69 TOUR 2015 Part II kembali digelar, kali ini kota Gudeg Jogja sebagai incarannya. Sekaligus untuk pertama kali PUTRA 69 menggelar Tour 2 kali dalam sertahun.
Mei 2015, anggota PUTRA 69 dan sekaligus tuan rumah yaitu Choir, menikah di bulan itu. PUTRA 69 pun mempertimbangkan untuk pindah Markas. Karna merasa gak enak, Salah satu opsinya yaitu dirumah Jembrok.

Namun setelah rapat, Choir pun meyakinkan PUTRA 69 utk tetap di markas itu, Choir sekaligus memberi amanat kepada sang adik Cak Nun sebagai juru kunci sekaligus tuan rumah PUTRA 69.

Agustus 2015, seperti biasanya, PUTRA 69 selalu ikut memeriahkan kemerdekaan indonesia, dalam HUT RI Ke 70 ini PUTRA 69 mengikuti 3 acara sekaligus, Tongklek, Gerak Jalan "Mandi 3 kali sehari", Karnaval "Punokawan", semuanya alhamdulillah sukses.

Cukup sampai disini cerita saya tentang sejarah berdirinya PUTRA 69, namanya juga hidup kadang diatas kadang di bawah, begitu juga PUTRA 69 ini, ada saatnya jaya, ada saatnya terpuruk.
Semoga makin kompak dan semangat dalam berorganisasi. Meski kini anggota PUTRA 69 lebih sibuk dari 10 tahun yang lalu.

Ingat, PUTRA 69 tak melulu soal karnaval, gerak jalan atau tour, tapi ada yang lebih dari itu.

Facebook : PUTRA 69

10 Januari, 2015

GAPURA DESA BRENGKOK


gapura Desa Brengkok (update 17 Januari 2015)

inilah foto Gapura Desa Brengkok, kecamatan Brondong, kabupaten Lamongan. (update 10 Januari 2015)

SEJARAH DESA BRENGKOK

                                                          (Foto: Logo Desa Brengkok)

Desa Brengkok terletak di kecamatan Brondong, kabupaten Lamongan, provinsi Jawa Timur.

Konon Desa Brengkok yang menurut cerita orang tua adalah di mulai dari perkumpulan penduduk yang menempati sisi pojok bagian barat laut Desa Brengkok yang kita kenal sampai sekarang dengan nama “ L E D H O K ”. Wilayah Desa Brengkok yang waktu itu terkenal dengan keangkeranya sehingga jarang sekali orang yang bisa bertahan hidup di Desa Brengkok kalau tidak meninggal dunia, pasti meninggalkan wilayah Desa Brengkok.

Pada kondisi seperti ini datang seorang yang waktu itu dianggap sakti mandraguna, ksatria itu bernama “Gagak Pinaksi”. Menurut cerita masyarakat nama Gagak Pinaksi mempunyai beberapa versi. Ada yang beranggapan bahwa Gagak Pinaksi adalah nama seekor burung namun ada juga yang beranggapan Gagak Pinaksi adalah nama seorang yang sakti yang mampu menjelma sebagai burung gagak yang kini dipakai sebagai lambang Desa Brengkok.

Untuk memulai kehidupan bermasyarakat waktu itu dibangunlah sumur yang namanya melegenda yakni "Sumur Kepoh", hingga sekarang ketiga sumur tersebut (baca:  3 Sumur kembar di desa Brengkok ) merupakan sumber mata air seluruh masyarakat Desa Brengkok dan ketiga sumur tersebut dijadikan lambang Desa Brengkok.

Tata pemerintahan Desa Brengkok diperkirakan dimulai 1918-an yang waktu itu konon proses pemilihan pemimpin desa ditentukan dengan adu kekuatan / kesaktian dibawah pohon beringin (sekarang Balai Desa) siapa yang memenangkan pertarungan dialah yang jadi pemimpin desa, pada era tersebut desa brengkok dipimpin oleh seorang yang bernama “ S O G O L ” yang waktu itu punya sebutan “Petinggi”. Era kepemimpinan Sogol ini berlanjut hingga tahun 1928.

Selanjutnya pada sekitar tahun 1930-an kepemimpinan desa brengkok dilanjutkan oleh seorang yang bernama “PONTJO DIREDJO”, pada era Pontjo Diredjo ini disebut dengan era pocongan dimana pada proses untuk menetapkan pimpinan desa dengan istilah pocongan. Konon proses pocongan adalah proses pengumpulan dukungan dengan cara merebut warga masyarakat dengan mengandalkan kekuatan fisik. Kepemimpinan Pontjo Diredjo berakhir pada tahun 1941.

Perjalanan sejarah desa brengkok mengalami perubahan dimana pada tahun 1942 proses untuk menentukan pimpinan desa sudah menganut tata cara yang demokratis dimana era ini diistilahkan dengan era Bitingan, disebut demikian karena semua sudah diberi hak untuk memilih dengan cara memasukkan biting pada wadah yang terbuat dari bambu atau dalam bahasa jawa bumbung. Pada era ini Desa Brengkok dipimpin seorang yang bernama “ D J O N O ”, kekuasaan petinggi Djono berlangsung singkat antara tahun 1942 hingga tahun 1945.

Kemudian pada tahun berikutnya tata pemerintahan Desa Brengkok sudah mengalami proses perubahan yang lebih maju dimana era ini proses penetuan kepala desa sudah melalui proses pemilihan yang sangat demokrasi, pada era ini Desa Brengkok dipimpin oleh seorang yang bernama “SAMIJADI NITI SASTRO”, Kekuasaan Samijadi Niti Sastro adalah begabungnya beberapa dusun diantaranya Dusun Pambon, Dusun Cumpleng dan Dusun Moyoruti B yang hingga sekarang Desa Brengkok mempunyai 4 (empat) Dusun.

Setelah Samijadi Niti Sastro mangkat, kekuasaan Desa Brengkok berpindah tangan pada seorang yang bernama “ MULJOHABI NUR “, kepemimpinan Muljohabi Nur juga terhitung agak lama yaitu antara tahun 1981 hingga berakhir tahun 2003. Pada kurun waktu perjalanan sejarah selanjutnya Desa Brengkok jatuh pada penguasa yang terbilang muda yang punya pengaruh perubahan yang sangat kuat dimana penguasa muda tersebut mempunyai visi dan misi serta dedikasi yang tinggi dalam membangun Desa Brengkok penguasa muda tersebut adalah “ PRASENO S.Pd “, kepemimpinan Praseno S.Pd berawal pada tahun 2003 sampai dengan Tahun 2014.

Nama BRENGKOK sendiri berasal dari dua kata yakni Breng atau bareng dan Kok atau aku kalau diartikan bareng aku atau bersama saya. Konon cerita ini bermula dari sekelompok perantau pelaut yang berlabuh di dermaga Desa Labuhan sedang mencari air bersih setelah tanya sana-sini pada penduduk setempat ada seseorang yang memberi tahu bahwa kearah timur ada sumber air bersih, arah timur yang dimaksud adalah desa brengkok yang waktu itu belum punya nama. Namun karena tempat tersebut terkenal angker sehingga orang tersebut tidak berani untuk mengantar sampai ditempat, dalam situasi demikian salah seorang perantau pelaut langsung menyahut Abereng Engkok (maksudnya sama saya saja), karena mendengar bahasa yang aneh hingga dari mulut ke mulut menyebar ke semua penduduk ucapan tersebut ditangkap dengan bahasa setempat dengan “Brengkok”.

Diserap dari berbagai sumber.